Pembahasan Praktikum Biofarmasetika dan Farmkokinetika

EKSKRESI PARACETAMOL MELALUI URINE DAN SALIVA
TUJUAN :
  1. Mahasiswa mampu memahami proses metabolisme dan ekskresi paracetamol
  2. Mahasiswa mampu menganalisis kandungan paracetamol di dalam urin dan saliva
Pendahuluan:
    Paracetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan obat sakit kepala, sengal- sengal, dan sakit ringan, dan demam. Paracetamol dalam dosis standar tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja maupun tidak segaja sering terjadi. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin, ibu profen, paracetamol tidak memiliki sifat antiradang. Jadi paracetamol tidak tergolong dalam jenis NSAID. Dalam dosis normal, paracetamol tidak melukai permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin.
    Paracetamol yang diberikan secara oral diserap secara cepat dan mencapai kadar serum puncak dalam waktu 30-120 menit. Adanya makanan dalam lambung akan sedikit memperlambat penyerapan sediaan paracetamol lepas lambat. Paracetamol terdistribusi dengan cepat pada hampir seluruh jaringan tubuh. Lebih kurang 25% paracetamol dalam darah terikat pada protein plasma. Waktu paruh paracetamol adalah antara 1- 3jam. Paracetamol dieksresikan melalui urin sebagai metabolitnya, yaitu asetaminofen glukoronid, asetaminofen sulfat, merkapturat, dan bentuk yang tidak berubah. Sebagian asetaminofen 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagaian kecil lainnya dengan asam sulfat, selain itu dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat  menimbulkan mthemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini dieksresikan melalui ginjal, sebagian kecil sebagai paracetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
Percobaan
  1. Pelaksanaan percobaan
  1. Tiap kelompok memiliki 2 orang sukwan yang ditetapkan sehari sebelum percobaan.
  2. Pada hari praktikum sukwan meminum 2 gelas air 2 jam sebelum praktikum.
  3. Sebelum obat diminum kandung kencing dikosongkan dan urine ditampung untuk dianalisa kualitatif.
  4. Tiap sukwan hanya meminum 1 macam obat dengan bantuan 250 cc air. Contoh urine diambil setiap 30 menit selama 3 jam dan contoh saaliva diambil setiap 15 menit selama 90 menit. Lakukan uji kualitatif setiap contoh drngan cara yang sama seperti pada point c. Amati warna yang timbul.
  5. Hasil uji kualitatif dinyatakan dengan –(negatif) dan tanda + (positif)
  6. Berdasarkan hasil diatas, buat tabel waktu pengambilan sampel dan hasil uji kualitatif.
  1. Uji untuk konjugat Glukoronida
Prosedur :
0,5 mL urin/ saliva 2 mg naftoresorsinol padat dan HCL pekat 1 mL. Panaskan selama 3 menit dan ditunggu hingga dingin. Tambahkan 3 mL etil asetat alu kemudian dikocok homogen hingga terbentuk warna ungu pada lapisan organik.
Positif jika terbentuk warna ungu pada lapisan organik.
  1. Uji Barium Klorida untuk konjugat sulfat
Prosedur :
Atur ph/ urin 0,5 mL hingga berada pada rentang 4-6. Tambahkan BaCl2 2% sebanyak bebrapa tets kedalam tabung reaksi yang berisikan 0,5 mL HCL pekat lalu didihkan dalam lemari asa selama 3 m3nit.
Positif jika terbentuk endapan kekrutan.
  1. Uji besi (III) Klorida untuk fenol
Prosedur
Atur pH urin / saiva menjadi 7. Tambahkan 3 tets FeCl3 25
POSITIF JIKA WARNA BERUBAH KUNNG KECOKLATAN.


  1. Pelaksanaan Percobaan
  1. siapkan 6 cawan petri yang telah berisi media agar yang telah didinginkan.
  2. Tambahkan 2 mL FeCl3 ke dalam masing-masing cawan petri sampai menutupi semua permukaan agar.
  3. Diamkan selama 2 menit, kemudian sisa larutan FeCl3 dituang, dan, keringkan agar dengan menggunakan kertas saring.
  4. Buat 4 lobang pada masing-masing cawan petri
  5. Letakkan sampel/sediaan uji dengan jumlah yang sama, 2 lobang untuk salep asam salisilat dan 2 lobang untuk salep Na salisilat pada 1 cawam petri.
  6. Lakukan kembali hal diatas untuk basis krim o/w dan w/o.
  7. Simpan cawan petri di dalam kulkas selama 30 menit, amati percobaan yang terjadi. Biarkan pada suhu kamar dan amati percobaan yang terjadi setelah 2 dan 3 jam.
  8. Apakah ketajaman warna dan kedalaman warna pada agar berbanding lurus dengan jumlah salisilat yang lepas dari basisnya? 


    Prosedur Praktikum
    Pembuatan Kurva Baku Asam Salisilat
  9. Buatlah minimal 5 konsentrasi kurva baku larutan asam salisilat.
  10. Lakukan scanning panjang gelombang optimim pada spektrofotometer UV-Vis.
  11. Baca absorbansi masing-masing seri konsentrasi pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada langkah 2.
  12. Buat persamaan regresi linier antara konsentrasi dengan absorbansi (syarat nilai r minimal 0,990)
Preparasi Membran Tikus
  1. Cukur daerah punggung tikus yang telah dikorbankan dengan pisau cukur.
  2. Gunting/ambil kulit bagian punggung yang telah dicukur dengan diameter minimal 3 cm.
  3. Letakkan kulit yang telah dipisahkan ke dalam cawan petri berisi larutan NaCl fisiologis hingga kulit dapat terendam dengan baik.
  4. Pisahkan lemak yang tersisa pada membran kulit, rendam membran dalam cawan petri berisi dapar fosfat pH 6,8 selama 15 menit.
Percobaan Difusi
  1. Siapkan larutan akseptor buffer fosfat pH 6,8 lalu kalibrasi alat Franz diffusion cell. Masukkan larutan akseptor hingga permukaan rata, ukur volume yang dibutuhkan.
  2. Masukkan spinbar ke dalam alat.
  3. Keringkan membran dengan kertas saring (jangan sampai menyentuh membran bagian dalam dengan tangan).
  4. Sesuaikan diameter membran yang dipakai dengan permukaan (lingkaran dalam) alat Franz diffusion cell. Gunting jika perlu.
  5. Oleskan secara merata 500 mg atau 5 mL sediaan pada membran.
  6. Letakkan membran pada daerah antara akseptor dan donor, kencangkan bagian atas (donor) alat.
  7. Periksa apakah terjadi kebocoran. Pastikan bahwa larutan akseptor menyentuh membran bagian dalam.
  8. Tambahkan 5 mL dapar fosfat pH 6,8 pada kompartemen donor. Pastikan jangan sampai kering.
  9. Lakukan sampling sebanyak 2 mL pada menit ke-15, 30, 45, dan 60 serta jam ke-21, 22, 23, dan 24 atau jam ke-72, 73, 74, dan 75.
  10. Kembalikan larutan akseptor sebanyak 2 mL untuk menjaga kondisi sink.
  11. Baca absorbansi larutan sampling pada panjang gelombang maksimum kurva baku.
  12. Hitung kadar pada masing-masing waktu sampling dan lakukan analisis.
Analisis Data
  1. Buatlah profil hubungan antara kumulatif traspor terhadap waktu, lalu hitunglah nilai laju difusi yang dihasilkan. Bandingkan antar sediaan kecepatan absorbsi obat yang terjadi.
  2. Gunakan data parameter farmakokinetika asam salisilat (t1/2 2,5 jam dan ClT 1,38 L/jam) untuk memprediksikan profil kadar obat di dalam plasma darah jika diasumsikan:
a.    lag time kinetik asam salisilat in vivo dapat diabaikan
b.    laju difusi asam salisilat dari donor ke akseptor menggambarkan laju difusi asam salisilat dari donor menembus kulir menuju plasma
c.    luas area difusi menggambarkan luas kontak antar sediaan transdermal dengan permukaan kulit
Analisis Hasil
  1. Hitunglah nilai laju difusi obat yang dihasilkan. Bandingkan hasil yang didapatkan pada kelompok dengan materi yang sama.
  2. Analisis kompartemen sediaan dari hasil pengujian difusi menggunakan WinSAAM dan Minitab. Prosedur analisis kompartemennya:
a.    data hasil difusi yang didapatkan dimasukkan ke dalam WinSAAM working file.
b.    tentukan nilai prediksi untuk masing-masing parameter (sesuai dengan model kompartemen)
    IC(1), L(2,1), dan P(2) digunakan dalam model kompartemen 2
    L(2,3) dan L(3,2) ditambahkan pada analisis model kompartemen 3
  1. Data Qc (data prediksi) sebagai sumbu x dan Qo (data sesungguhnya) sebagai sumbu y dari masing-masing model kompartemen yang diperoleh dari spreadsheet diolah dengan Minitab. Nilai korelasi tertinggi menandakan model kompartemen dari masing-masing sediaan.
  2. Grafik antara Qc dan Qo diplotkan dan dianalisis korelasinya. Sebelum analisis korelasi dilakukan, lakukan uji normalitas data Qc dan Qo terlebih dahulu untuk masing-masing sediaan. Jika didapatkan data yang terdistribusi normal (p-value > 0,05) maka gunakan korelasi Pearson sebagai metode analisis korelasi. Tetapi jika diperoleh data yang tidak terdistribusi normal maka gunakan metode Spearman rho.



    PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIK OBAT SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA EKSKRESI URIN KUMULATIF
    Tujuan
    Agar mahasiswa mampu menetapkan dan menghitung parameter farmakokinetika obat setelah pemberian dosis tunggal berdasarkan data ekskresi urin kumulatif.
    Pendahuluan
    Selain dengan cuplikan darah, parameter farmakokinetik suatu obat juga dapat ditetapkan dari pengukuran kadar obat dan metabolitnya di dalam urin. Pengukuran dengan metode ekskresi urin baik dilakukan terutama untuk obat yang diekskresikan secara sempurna melalui urin dalam bentuk yang tidak berubah, hal ini  dikarenakan data urin mengukur langsung jumlah obat yang berada di dalam badan, kadar obat dalam urin yang lebih besar daripada di dalam darah, volume yang tersedia lebih besar, dan variabilitas renal dapat diabaikan. Walaupun demekian, metode ini juga memiliki kelemahan seperti, sulit diperoleh pengosongan kandung kemih yang sempurna, ada kemungkinan terjadi dekomposisi obat selama penyimpanan, serta adanya kemungkinan terjadinya hidrolisis konjugat metobolisme yang tidak stabil di dalam urin. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah total obat dalam bentuk tak berubah yang diekskresikan ke dalam urin dalam waktu tak terhingga yang dapat mempengaruhi validitas pengukuran parameter farmakokinetiknya.
    Metode ekskresi urin kumulatif digunakan untuk menetapkan parameter Kel, K, fa, t1/2, jumlah obat yang diabsorbsi, serta besar ketersediaan hayati obat. Untuk memperoleh parameter farmakokinetika tersebut dapat meggunakan dua metode, yakni metode sigma minus (ARE) dan metode laju ekskresi renal (rate).

    Posedur Kerja
  3. Dari data simulasi, ubahlah data absorbansi menjadi kadar dengan menggunakan persamaan kurva baku.
  4. Pada persamaan kurva baku pada beberapa konsentrasi diketahui nilai absorbansi (y) dan kadar (x).
  5. Masukkan nilai tersebut pada kalkulator dengan menekan tombol mode dan pilih 2 stat.
  6. Tombol 2 untuk mengubah menjadi model a + bx.
  7. Masukkan nilai kadar pada tabel x dan nilai absorbansi pada tabel y.
  8. Tekan tombol AC shift.
  9. Pilih 5 reg dengan menekan angka 5, lalu diisi 1 = A untuk mengetahui nilai a, pilih 2 = B untuk mengetahui nilai b.
  10. Cari kadar sampel dengan menggunakan persamaan y = ax + b pada tiap waktu, dimana nilai a dan b diperoleh dari persamaan kurva baku.
  11. Buatlah kurva hubungan waktu dan kadar (waktu x axis dan kadar y axis).
Metode Rate
  1. Hitunglah nilai Du = C x volume urin (Du = kadar obat dalam urin).
  2. Hitunglah nilai t mid dengan cara waktu yang akan dihitung ditambah waktu sebelumnya dan dibagi 2 ().
  3. Hitunglah nilai dengan cara membagi Du dengan waktu.
  4. Regresikan nilai t mid vs ln Du/t (t mid = sumbu x, ln Du/dt = sumbu y).
  5. Diperoleh nilai a dan nilai b; a = ln Du/t, b = k eliminasi.
  6. Cari nilai t1/2 dengan cara ln 2/k = – 0,693/ k.
  7. Hitung nilai At(f) = 1/ka x dDu/t + Du kum. Du kum = Du pada waktu yang dihitung  + Du sebelumnya.
  8. Tentukanlah nilai At(f)As.
  9. Hubungan t vs ln (1 At(f)) (At(f)As).
  10. Hitunglah nilai Ka = 2® (A+B) / (2® + Bα).
  11. Hitunglah Fa = At(f)As / Du.

Metode ARE
  1. Hitunglah nilai Du = C x volume urin (Du = kadar obat dalam urin).
  2. Hitunglah nilai Du kumulatif (Du Kum).
  3. Hitunglah Nilai Du Du kum.
  4. Regresikan nilai t vs ln (Du Du kum).
  5. Cari Kel dan t ½ dengan cara ln 2/k = – 0,693/ k.
  6. Hitung nilai At(f) = 1/ka x dDu/t + Du kum
  7. Tentukanlah nilai At(f)As.
  8. Hubungan t vs ln (1 At(f)) (At(f)As).
  9. Hitunglah nilai Ka = 2® (A+B) / (2® + Bα).
  10. Hitunglah Fa = Du / At(f)As.


    PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIK OBAT SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA DARAH
    Tujuan
    Agar mahasiswa mampu menetapkan dan menghitung parameter farmakokinetika obat setelah pemberian dosis tunggal berdasarkan data kadar obat dalam darah/plasma dan waktu.
    Pendahuluan
    Efek suatu obat sangat tergantung pada jumlah obat bersangkutan yang sampai pada tempat kerjanya atau lamanya obat tinggal di tempat tersebut. Studi farmakokinetika suatu obat bermanfaat untuk:
  11. Dapat mencegah antaraksi obat yang tidak diinginkan.
  12. Dapat melakukan penyesuaian posologi pada kasus gagal ginjal atau hati.
  13. Dapat merencanakan skema terapik obat baru.
  14. Dapat mendeteksi perbedaan individual dalam metabolisme obat.
  15. Dapat menangani obat yang kurang aman.

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari model berdasar hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya di dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Darah merupakan tujuan umum dari aplikasi obat, yakni ke peredaran sistemik agar mencapai reseptor atau jaringan yang menjadi target aksi obat. Uji yang menggunakan darah merupakan uji farmakokinetika yang paling sering dilakukan, dikarenakan darah yang membawa obat dari tempat absorbsi untuk kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh dan dieliminasikan dari organ eliminasi.
Parameter farmakokinetika yang dapat digunakan untuk mengkaji profil obat di dalam darah antara lain adalah tetapan kecepatan absorbs (Ka), luas daerah di bawah kurva (AUC), fraksi obat yang diabsorbsi (fa), volume distribusi (Vd dan Vdss), klirens (Cl), tetapan kecepatan eliminasi (Kel), dan waktu paruh eliminasi (t½).
Perhitungan parameter farmakokinetika dikerjakan berdasarkan data darah atau plasma versus waktu, dengan menggunakan rumus model suatu kompartemen terbuka atau kinetika obat model dua kompartemen terbuka.
Model Satu Kompartemen Terbuka
Tebel 1. Perhitungan Parameter Farmakokinetika Model Satu Kompartemen Terbuka
Kinetika
Parameter
Perhitungan
Satuan
Oral
Intravena
Absorbsi
Ka
Residual
-
/menit
AUC
Trapezoid
Trapezoid
mg/mL
fa
AUCp.o / AUCi.v
D.fa / Cp
-
-
Distribusi
Vd
D.fa / Cp
D / Cp
mL
Eliminasi
Cl
D.fa / AUC
D / AUC
mL/menit
Kel
Regresi log linier
Regresi log linier
/menit
0,693 / Kel
0,693 / Kel
menit

Model Dua Kompartemen Terbuka
  • Kinetika Absorpsi
Parameter
Rute
Perhitungan
Ka
Intravena
-
Oral
Residual
AUC
Intravena
A/α + B/β
Oral
L/α + M/β
fa
Intravena
-
Oral
AUCp.o / AUCiv.b

  • Kinetika Distribusi
Parameter
Rute
Perhitungan
A
Intravena
Residual
Oral
Residual
K21
Intravena
(A. β + β.α) / (A+B)
Oral
L.β + M.α
K12
Intravena
A + β – K12 – Kel
Oral
α + β – K12 – Kel
Vc
Intravena
D / (A+B)
Oral
D.fa / (M+L)
Vdss
Intravena
{(K12 + K12) / K21}.Vc
Oral
{(K12 + K21) / K21}.Vc
  • Eliminasi
Parameter
Rute
Perhitungan
Clt
Intravena
D / AUC
Oral
D.fa / AUC
B
Intravena
Regresi log linier
Oral
Regresi log linier
Intravena
0,693/ β
Oral
0,693/ β
Kel
Intravena
α.β / K21
Oral
(α – β) K21

Prosedur Kerja
  1. Dari data simulasi buatlah kurva profil kadar obat dengan kertas semi logaritmik.
  2. Tentukan titik-titik yang mewakili fase eliminasi.
  3. Buat regresi A hingga diperoleh nilai B dan β (y = bx + a → ln Cp = –β.t + ln B).
  4. Masukkan t pada fase absorpsi ke dalam regresi A hingga diperoleh Cp ekstrapolasi.
  5. Hitung Cp residual (Cp – Cp ekstrapolasi).
  6. Buat regresi B antara Cp residual dan t fase absorpsi hingga diperoleh A dan α (y = bx + a → ln Cp ekstrapolasi = –α.t + ln A).
  7. Hitung K dan Ka dengan persamaan Cp = B.e–k.t – A.e–ka.t
  8. Hitung t.max = ln (Ka / K) / (Ka – K).
  9. Hitung AUC dengan metode trapezoid dan rumus (B/β = A/α).
  10. Hitung Vd = f. D / Kel.AUC
  11. Hitung Cl = Kel.Vd.
  12. Hitung Cpmax.


    PERCOBAAN STUDI FARMAKOKINETIK OBAT MENGGUNAKAN DATA KUANTITATIF PADA SALIVA
    Tujuan:
  13. Mempelajari parameter farmakokinetik obat Kloramfenikol dengan menggunakan saliva.
  14. Memprediksi variasi parameter farmakokinetik menggunakan konsentrasi obat dalam saliva.
Pendahuluan:
    Saliva sebagai hasil eksresi dapat digunakan sebagai alternatif untuk pemantauan parameter farmakokinetik obat. Penggunaan saliva dapat dimanfaatkan untuk monitoring efek terapeutik obat melalui konsentrasinya. Saliva dapat dengan mudah didapatkan pada berbagai kondisi dan meminimalisir ketidaknyamanan pasien pada saat pengambilan sampel. Studi farmakokinetik menunjukkan bahwa konsentrasi kloramfenikol pada saliva dan serum memiliki korelasi yang baik.
    Ketika konsentrasi kloramfenikol pada saliva diketahui, dapat digunakan persamaan berikut untuk mendapatkan data farmakokinetik, yaitu :
  1. Konstanta Laju Eliminasi (K)
Slope =
  1. Waktu Paruh ( t )
t ( =
  1. Total AUC
AUC0- = AUC0-0,5 + AUC0,5-1 + ... + AUC5-6 + AUC6-8 +


Prosedur:
  1. Pengujian Kloramfenikol
  • Metode I (Perkiraan Spektrofotometri)
    1. Kumpulkan saliva dari sukarelawan, sentrifuse lalu buang supernatannya. Larutkan supernatan dalam aquadest dan siapkan sampel kloramfenikol standar dengan konsentrasi antara 3, 6, 9, 12, dan 15µg/ml.
    2. Tentukan absorbansinya dengan spektro UV 278 nm. Tentukan konsentrasi dari Kloramfenikol dalam saliva dengan menggunakan kurva kalibrasi.
  • Metode II (Uji Mikrobiologi)
  1. Buatlah stok biakan E.Coli pada plate nutrien agar dan simpan pada suhu 4ºC. Sebelum pengujian, selalu buat biakan yang baru ke nutrien broth. Buat setidaknya 2 transfer ke nutrien broth sebelum pengujian.
  2. Simpan biakan nutrien broth pada suhu 37ºC selama 24 jam.
  3. Larutkan 11,5 g nutrient agar dalam 500 ml aquadest dan sesuaikan pH nya menjadi 7 dengan NaOH 0,4M. Autoklaf nutrien agar selama 20 ment pada tekanan 15 lbs. Kemudian, biarkan suhu agar turun sampai 37-40ºC dan kemudian masukkan mikroorganisme yang terdapat pada nutrien broth (0,4ml biakan/500ml larutan). Tuangkan larutan ini ke cawan petri steril dan tunggu hingga mengeras. Lalu dengan bantuan ujung pipet tetes steril buat sumur sekitar 2mm.
  4. Siapkan larutan kloramfenikol 1mg/ml dengan melarutkannya dalam sejumlah larutan 0,1N HCl seminimal mungkin.
  5. Siapkan sampel saliva dari sukarelawan (poin B5), sentrifuse dan buang supernatannya. Larutkan supernatan dalam aquadest dan siapkan sampel kloramfenikol standar dengan konsentrasi 3, 6, 9,12, 15µg/ml sebanyak triplicate.
  6. Masukkan 10µl larutan obat standar ke dalam sumur dan simpan cawan petri pada 4-10ºC selama 1-2 jam lalu inkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
  7. Hitung zona hambatan dan diameternya. Plotlah grafik antara log konsentrasi kloramfenikol vs diameter zona hambatan dan tentukan konsentrasi obat yang tidak diketahui menggunakan regresi linier.

  1. Design Studi
    1. Minta persetujuan protokol pengujian dari Institutional Ethics Committe dan minta persetujuan tertulis dari sukarelawan.
    2. Pilih 6 sukarelawan pria sehat dengan umur 20-30 tahun dan berat rata-rata 45-69 kg.
    3. Nilai bahwa sukarelawan sehat berdasarkan riwayat kesehatan, tes fungsi hati dan ginjal. Semua subjek harus tidak merokok dan tidak meminum obat seminggu sebelum pengujian.
    4. Setelah berpuasa 8 jam, berikan kloramfenikol 200 mg pada lambung yang kosong setelah pengosongan kandung kemih menggunakan 180ml air minum.
    5. Instruksikan sukarelawan untuk membersihkan rongga mulut mereka kemudian pada tiap waktu pengambilan sampel, kumpulkan 2-3 ml saliva dalam pot salep yang bersih pada jam ke 0, 0.5, 1, 2, 3, 4, 5,6,7, dan 8 setelah pemberian obat.
    6. Saliva yang telah dikumpulkan, sentrifuse pada 2500 rpm dan pisahkan supernatannya, dimpan sampel pada suhu -20ºC sampai pengujian.

  1. Analisis Farmakokinetik
    1. Dianggap bahwa kloramfenikol mengikuti model kompartemen satu terbuka dengan absorpsi orde satu.
    2. Plot grafik amtara konsentrasi obat dalam saliva vs waktu. Cocokkan data menjadi kurva bentuk bell dan dapatkan puncak konsentrasi kloramfenikol pada saliva (Cmax) dan waktu pada konsentrasi puncak (tmax) pada gafik.
    3. Hitung berbagai parameter farmakokinetik pada bagian perhitungan.

      Perhitungan    :
    4. Konsentrasi Kloramfenikol (µg/mL) didapatkan dengan persamaan y = ax + b, dengan y = absorbansi, x= konsentrasi, a = slope, b = intersept, dengan menggunakan data spektrofotometri dan mikrobiologi assay.
    5. Menggunakan grafik hubungan antara konsentrasi pada saliva dan waktu, lalu tentukan nilai Cmax (konsentrasi tertinggi/puncak) dan tmax(waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi puncak).
    6. Menggunakan grafik hubungan antara konsetrasi obat pada saliva dan waktu (kertas semi log), tentukan nilai slope. Waktu paruh dan konstana laju eliminasi dapat ditentukan dengan persamaan pada pendahuluan.
    7. Penentuan AUC dari 0-t dengan menggunakan aturan trapezoidal,
AUC0-1 = + (t1 – t2)
AUC0-8 = AUC0-0,5 + AUC0,5-1 + ... + AUC6-8
Penentuan Total AUC,
AUC8-∞ =
Total AUC = AUC0-8 + AUC8-∞

      1. Prosedur
      Penetapan kurva baku
    1. Buat seri konsentrasi baku murni (1,2,3,4,5 mg%) dalam pelarut yang sesuai
    2. Baca dengan spektrofotometer dan lakukan scanning panjang gelombang
    3. Tentukan panjang gelombang maksimal dan persamaan garis linier

Uji disolusi sediaan obat
  1. Timbang bobot sediaan (tablet konvensional/tablet salut/kapsul) yang digunakan
  2. Masukkan 500 mL media disolusi (SIF dan SGF) kedalam gelas beker
  3. Letakkan gelas beaker didalam waterbath dengan suhu 37o ± 1oC lalu masukkan stirrer pada posisi tengah beker
  4. Masukkan sediaan yang telah ditimbang ke dalam beker lalu nyalakan stirer sembari menekan stopwatch
  5. Ambil sebanyak 5 mL cairan sampel setiap menit ke- 0, 5, 10, 15, 30, 45, 60
  6. Kembalikan sebanyak 5 mL cairan media disolusi ke dalam gelas beker untuk menjaga kondisi sink
  7. Amati serapan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimal yang telah diperoleh
  8. Hitung kadar obat yang terdisolusi dengan menggunakan persamaan garis linier yang diperoleh dari penetapan kurva baku
Analisis data
  1. Tentukan % pelepasan obat pada masing-masing waktu pengamatan
  2. Tentukan laju kecepatan disolusi obat
  3. Tentukan nilai efisiensi disolusi (DE60) sediaan obat
  4. Tentukan model pelepasan obat
Efek pH dalam disolusi obat
  1. Tempatkan tablet aspirin di dalam alat uji disolusi paddle, rendam bejana, dan mulai pengujian dengan kecepatan 50 rpm pada suhu 37o± 0,5oCdalam 500 mL media bufferasetat 0,05 M pH 4,5; pH 6; dan pH 3.
  2. Ambil sebanyak 1 mL cairan sampel pada tiap interval waktu 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit dan tempatkan sampel di dalam tabung reaksi
  3. Ganti sampel yang diambil dengan 1 mL buffer asetat segar yang disimpan pada suhu 37o± 0,5oCke dalam beker untuk menjaga kondisi sink
  4. Encerkan 1 mL sampel yang telah dikumpulkan ke dalam 5, 10, 20 atau 25 mL (faktor pengenceran = 1:5, 1:10, 1:20, atau 1:25) dengan buffer asetat segar di dalam labu ukur, homogenkan (pengenceran dilakukan jika perlu).
  5. Baca absorbansi untuk sampel yang telah diencerkan pada panjang gelombang maksimal 265 nm dengan menggunakan buffer asetat sebagai blanko
  6. Hitung konsentrasi obat yang dilepaskan (gunakan 0,036 sebagai nilai E1mg%)
  7. Plot kurva disolusi (% Pelepasan vs. Waktu)
  8. Dari kurva disolusi, tentukan waktu yang dibutuhkan 80% obat untuk terlepas ke dalam larutan (t80%)
USP menyatakan bahwa tablet harus terlepas tidak kurang dari 70% dalam waktu 30 menit.

Analisis hasil
Perhitungan disolusi-kumulatif
  1. Jika dari kurva baku berupa % atau mg%, diubah menjadi g/mL atau mg/mL
  2. Ubah menjadi jumlah terdisolusi (mg) = kadar x volume medium
  3. Hitung faktor terkoreksi (fk) =( x kadar)+ fk sebelumnya
  4. Hitung jumlah total obat yang terdsolusi = fk + jumlah terdisolusi
  5. Hitung % pelepasan obat = x 100%
  6. Hitung DE60 = x 100%

Penentuan model pelepasan obat (dependent model)
  1. Berdasarkan dosis
  • Orde 0
Qt = Q0 + K0t, dengan
Qt = jumlah obat yang terdisolusi pada waktu t
Q0 = jumlah awal obat
K0 = konstanta pelepasan orde nol
t = waktu (jam)
  • Orde 1
Log Qt = log Q0 +
  1. Berdasarkan mekanisme pelepasan
  • Model Higuchi (H)
Q = KH x t1/2 , dengan
Q = jumlah obat yang terdisolusi pada waktu t
KH = konstanta higuchi
t = waktu (jam)
  • Hixson crowell
Q0 = jumlah awal obat
Q0t = jumlah obat yang terdisolusi pada waktu t
KHC = konstanta hixson crowell
T = waktu (jam)
  • Korsmeyer-Peppas
F = (Mt/M) = Kmtn , dimana
F = fraksi obat yang terdisolusi pada waktu t
Mt = jumlah obat ynag terlepas pada waktu t
M = jum lah total obat dalam sediaan
Km = Konstanta kinetik
n = eksponen difusi atau pelepasan
t = waktu (jam)
DDSolver
  1. Buka Microsoft Excel® dan instal program DDSolver
  2. Klik Add-Ins, pilih DDSolver, klik metode analisis yang akan digunakan
  3. Masukkan data sesuai data format
  4. Input kolom waktu dan konsentrasi
  5. Atur sesuai data disolusi
  6. Klik run
  7. Buka sheet DDresult, catat hasil dari in vitro dissolution basic data processing
  8. Tentukan model pelepasan obat. Bandingkan data dengan menggunakan aplikasi statistika.


    1. Pelaksanaan percobaan
  9. Penentuan maksimum
  10. Penentuan kurva baku
  11. Penentuan absorpsi pada usus halus tikus
Penentuan absorpsi pada usus halus tikus
                   





















Analisis
  



Evaluasi Data
  • Buat grafik jumlah dan kadar obat sebagai fungsi t
  • Hitung Pm (permeabilitas) dan lag time
  • Hitung Ka
  • Bandingkan Parameter pada pH 1,2 dan pH 7,5

PENENTUAN KOEFISIEN PARTISI DAN KONSTANTA DISOSIASI
Sasaran
Menentukan Ka, pKa, dan koefisien partisi (PC) asam salisilat dan mempelajari keterkaitannya.
Tujuan
  1. Untuk mempelajari koefisien partisi (PC) dan konstanta disosiasi (pKa) asam salisilat
  2. Untuk mengukur kadar ekstraksi asam salisilat dari larutan dapar kedalam pelarut organik
  3. Untuk memahami hubungan antara pKa dan pH
Teori
    Hipotesis pH-partisi yang diajukan oleh Brodie et al menyatakan bahwa obat diabsorbsi dari saluran pencernaan melalui difusi pasif berdasarkan fraksi obat tak terion pada pH saluran cerna. Dengan demikian proses absorpsi ditentukan:
  1. Konstanta disosiasi (pKa) obat
  2. Kelarutan dalam lemak obat tak terion (PC) dan
  3. pH tempat absorpsi
pKa obat dan pH gastrointestinal
    pKa dalah nilai yang menetukan kekuatan asam atau basa. pKa didefinisikan sebagai logaritma negatif dari koefisien equilibrium dari senyawa netral dan bermuatan. Perhitungan nilai pKa memungkinkan proporsi spesi netral dan bermuatan pada pH apapun untuk diperkirakan, serta sifat basa atau asam dari senyawa yang akan ditentukan.
    Semakin rendah nilai pKa obat bersifat asam, semakin kuat keasamannya, proporsi bentuk terionisasi lebih besar pada pH tertentu. Semakin tinggi nilai pKa obat basa, semakin kuat kebasaanya. Dengan demikian, jumlah relatif dari obat terionisasi dan tak terionisasi dalam larutan pada pH tertentu dan persentase obat terionisasi pada pH ini bisa ditentukan oleh Persamaan Henderson-Hasselbach:
    Untuk asam lemah,
    pH = pKa + log         ...............................(1)
    % obat terionisasi = × 100        ...............................(2)
    Untuk basa lemah,
    pH = pKa + log         ...............................(3)
    % obat terionisasi = × 100        ...............................(4)
Lipofilisitas dan absorpsi obat
    Koefisien partisi obat adalah nilai yang menentukan seberapa baik partisi senyawa diantara lemak dan air. Didefinisikan sebagai rasio konsentrasi senyawa didalam fase larutan terhadap konsentrasi didalam pelarut tak tercampur, sebagi molekul netral.
    Koefisien partisi (PC) =
    Jika obat dalam bentuk tak terion, akan sulit diabsorpsi jika memiliki kelarutan dalam lemak yang rendah idealnya, obat seharusnya memiliki kelarutan dalam air yang cukup untuk melarut dalam larutan pada tempat absorpsi dan kelarutan lemak yang cukup tinggi utnuk memfasilitas partisi obat di dalam biomembran lipid dan menuju sirkulasi sistemik.
    Kelarutan lemak suatu obat ditentukan dari nilai koefisien partisi (PC) minyak/air. Pc adalah nilai dari derajat distribusi obat antara satu dari pelarut organik tertentu, air tak tercampurkan, pelarut lipofilik seperti n-oktanol, kloroform, n-heptan, dan lain-lain dan fase larutan (air atau dapar yang cocok). Secara umum, oktanol nilai koefisien partisi dapar pH 7,4 dalam rentang 1-2 cukup memprediksi absorpsi pasif obat melaui membran lipid.


Prinsip
    Asam salisilat relatif bersifat polar, kurang karut dalam fase larutan. Bentuk garamnya lebih larut air. Dengan mengganti pH larutan dapar, kamu bisa mengubah rasio antara bentuk terion dan tak terion dari asam. Bentuk tak terion diektraksikan ke fase organik, fraksi terekstraksi akan berbeda dengan pH pada fase air, konstanta disosiasi (ka) bisa digunakan
    Dalam dapar pelarut air,
    Ka =  atau  [A-] =             ...............................(5)
    Partisi antara dapar organik dan air bisa dideskripsikan oleh koefisien partisi (PC) “sebenarnya” yakni,
    PC =                     ...............................(6)
    Dalam laboratorium terdapat koefisien partisi semu (PC’) yang akan memvariasikan pH atau [H+], dengan rumus
    PC’ =                     ...............................(7)
    Substitusikan [HA-organik] dari persamaan 6 dan [A-] dari persamaan 5
    PC’ =                     ...............................(8)
    PC’ =                         ...............................(9)
Didapat persamaan PC’ menggunakan [H+] dengan parameter yang tidak diketahui, PC dan Ka. Ini bisa dikonversikan menjadi persamaan garis lurus dengan mengambil kebalikan dari dua persamaan. Dengan demikian,
    +                 .............................(10)
    +                     .............................(11)
Kemudian plotkan 1/PC vs 1/[H+], menghasilkan garis lurus dengan slope Ka/PC dan intersep 1/PC.





    PC’ dapat diukur dengan menentukan konsentrasi asam salisilat asam salisilat terpartisi dalam fase organik. Asam salisilat yang ada di fase organik dengan menambahkan larutan feri nitrat. Reaksi antara asam salisilat dengan feri nitrat menghasilkan kompleks warna yang intens, dengan absorbansi maksimal didteksi pada 540 nm secara spektofotometri.
Prasyarat
  1. Konsep pH dan pKa
  2. Dugaan pH partisi
  3. Konsep abropsi obat

Prosedur
  1. Siapkan 100 mL buffer pH 2.5
  2. Timbangan akurat 20 mg asam salisilat dan masukan dalam labu ukur100 mL dan tambahkan buffer ad 100 mL buffer pH 2.5. Siapkan larutan asam salisilat 0.02% dengan buffer pH 2.8, 3.0, 3.5, 3.8, 4.0
  3. Ambil 4 mL campuran buffer pH 2.5 dan asam salisilat (larutan stok), tambahkan 1 mL feri nitrat hingga terbentuk warna. Ukur pada absorbansi 540 nm pada spektrofotometer (absorbansi 1)
  4. Ambil 5 mL campuran buffer pH 2.5 dan asam salisilat (larutan stok), tambahkan 5 mL pelarut organik heksan/etil asetat. Stopper dan kocok tabung reaksi selama menit untuk menyelesaikan ekstraksi. Terbentuk 2 lapisan, buang 4 mL fase air tambahkan 1 mL feri nitrat (0.55% feri nitrat dalam 0.4 M asam nitrat) hingga terbentuk warna. Ukur pada absorbansi pada 540 nm pada spektrofotometer (absorbansi 2) berdasarkan 2 absorbansi tersebut dapat ditentukan koefisien partisi semu (PC’) yaitu:
    PC’ =
[jumlah dalam organik] = Absorbansi 1 – Absorbansi 2
[jumlah dalam air] = Absorbansi 2
  1. Ulangi percobaan dengan buffer pH 2.8, 3.0, 3.5, 3.8 dan 4.0. Plot 1/PC’ vs [H+] dan hitung PC, Ka dan pKa
  2. Hitung konsentrasi ion H+ dengan persamaan pH = -log10 [H+]


    Perhitungan
  3. Konsentrasi dari [H+] pada pH diberikan
pH = -log10 [H+]
[H+] = -antilog (pH)
  1. Koefisien partisi semu (PC’)
PC’ =
  1. Koefisien partisi (PC)
Plot grafik 1/PC’ vs 1/H+
Slope, m = Ka/PC dan intersep, c = 1/Pc
Hitung intersep c, dan tentukan PC = 1/c
  1. Konstanta asam, Ka
Substitusi nilai (m) dan PC dalam rumus Ka = m x PC
  1. Konstanta disosiasi, pKa
pKa = -log10 (Ka)


EFEK MAKANAN TERHADAP METABOLISME OBAT
Tujuan :
  1. Mahasiswa mampu memahami  metabolisme obat
  2. Mahasiswa mampu memahami efek dari makanan terhadap metabolisme Thiopental
Pendahuluan:
Sebagian besar obat mengalami adanya perubahan metabolik. Metabolisme biasanya menghasilkan senyawa dengan sifat polaritas yang meningkat, hal ini menyebabkan penurunan tingkat penetrasi jaringan dan meningkatakan eksresi urin. Metabolisme umumnya akan menyebabkan pengurangan potensi farmakologis terhadap suatu obat. Namun, hal ini  tidak dapat dihindari, dan ada beberapa kasus metabolisme yang mengarah pada peningkatan atau induksi aktivitas.
Metabolisme biasanya sering terjadi dalam dua fase. Fase I biasanya berupa oksidasi, reduksi, atau hidrolisis. Tahap II merupakan reaksi sintesis, seperti konjugasi. Tahap II adalah mekanisme utama untuk meningkatkan polaritas, karena fase I sering mengarah pada pengenalan substituen, yang kemudian dapat digabungkan dengan mekanisme utama untuk meningkatkan polaritas, karena fase I sering merupakan langkah yang membuat terjadinya peningkatan polaritas. Kombinasi yang paling umum adalah hidroksilasi aromatik yang diikuti dengan konjugasi dengan asam glukoronat.
Situs utama metabolisme obat eksogen adalah hati. Bebagai macam senyawa di oksidasi oleh sistem oksidasi fungsi campuran yang tidak spesifik yang ditemukan dalam fraksi mikrosom homogenat hati.obat yang endogen cenderung bergantung pada enzim spesifisitas yang lebih tinggi untuk metabolisme, yang terletak lebih spesifi di tempat- tempat yang relevan dengan tempat situs tindakan obat.
Prosedur :
  1. Ambilah 12 ekor tikus dengan berat30- 50 g untuk penelitian setelah mendapat pesetujuan dari komite etika hewan.
  2. Jagalah hewan tetap dalam kondisi lab yang terkontrol selama 2 hari.
  3. Bagilah menjadi 2 kelompok dengan 6 ekor tikus masing- masing.
  4. Kelompok I diberi : diet gluten
Kelomok II diberi : diet kasein
  1. Setelah 5 hari, timbang tikus dan catat bobotnya
  2. Berikan thiopental dalam saline lalu disuntikan secara I.P dengan dosis 2-5 mg/kgBB ke 2 kelompo tikus.
  3. Catat waktu antara kehilangan dan pemulihan righting refleks setelah pemberian thiopental.
PENENTUAN SISI IKATAN MENGGUNAKAN BOVINE SERUM ALBUMIN
Tujuan:
  1. Untuk menentukan sisi ikatan Propanolol menggunakan Natrium Warfarin/ diazepam sebagai sisi spesifik  I/II.
  2. Untuk memahami dan mempelajari ikatan obat dengan albumin.
  3. Untuk menentukan sisi ikatan Propanolol HCl.
Dasar Teori:
    Bovine serum albumin (BSA) adalah protein multi-domain besar yang dilipat menjadi tiga domain, masing-masing dibangun dari tiga loop. Berdasarkan metode perpindahan probe, terdapat setidaknya tiga situs pengikat spesifik yang relatif tinggi pada molekul BSA. Situs ini umumnya disebut situs pengikat warfarin, situs pengikatan benzodiazepin dan situs pengikat digoksin dan dilambangkan sebagai situs-I, II dan III. Situs-II lebih spesifik daripada situs-I sedangkan situs-III adalah situs pengikat independen. Albumin serum, protein yang paling melimpah dalam darah, memainkan peran yang sangat penting dalam fenomena pengikatan dan berfungsi sebagai protein depot dan protein pengangkutan untuk berbagai senyawa endogen. Pemindahan obat didefinisikan sebagai pengurangan tingkat pengikatan obat ke agen lain, pemindahan. Jenis interaksi ini dapat terjadi bila dua obat atau agen, yang mampu mengikat protein, diberikan secara bersamaan. Perpindahan kompetitif lebih penting, bila dua obat atau agen mampu mengikat ke tempat yang sama pada protein. Dari berbagai investigasi, telah disarankan bahwa albumin serum manusia (HSA) memiliki jumlah situs pengikatan yang terbatas. Karena jumlah situs pengikat protein terbatas, persaingan akan ada antara obat-obatan atau obat-obatan dengan logam atau agen lainnya dan agen dengan afinitas yang lebih tinggi akan menggantikan yang lain yang menyebabkan peningkatan konsentrasi obat bebas yang menyebabkan toksisitas lebih tinggi atau durasi yang pendek. Kemampuan satu obat untuk menghambat yang lain adalah fungsi konsentrasi relatifnya, sifat mengikat dan spesifisitas pengikatannya.
Prinsip:
    Interaksi Propranolol HCl dan sifat pengikatannya pada BSA dapat dipelajari dengan metode dialisis ekuilibrium. metode ini memberikan cara yang memungkinan untuk memperkirakan estimasi in vitro ikatan protein dengan Propanolol HCl. Kekuatan relatif dan spesifisitas pengikatan BSA ditentukan oleh kemampuannya untuk menggantikan probe (warfarin sebagai probe spesifik lokasi dan diazepam sebagai probe spesifik sisi-II) yang spesifik untuk situs tertentu (situs-I atau situs II) pada BSA molekul. Dengan mengukur konsentrasi bebas sisi spesifik probe, disimpulkan berkaitan dengan pengikatan Propranolol HCl ke BSA. BSA dan HSA memiliki kesamaan struktural. Dalam studi BSA, sebagai pengganti serum albumin manusia (HSA), bisa digunakan BSA karena harganya murah dan mudah didapatkan. Propranolol HCl dikenal untuk meningkatkan konsentrasi Warfarin bebas sampai batas yang lebih tinggi dari pada Diazepam, Propanolol HCl menunjukkan afinitas tinggi yang mengikat ke situs-I dan afinitas rendah ke situs-II di BSA. Jadi, pada pasien yang menderita hipertensi, jika mereka menggunakan obat yang memiliki afinitas tinggi untuk situs-I, hal ini bisa berakibat pada tindakan cepat atau ekskresi cepat dari tubuh atau bahkan dapat menyebabkan toksisitas pada dosis normal.
Prasyarat:
  1. Konsep ikatan protein.
  2. Signifikansi ikatan protein.

Prosedur:
    Kurva Kalibrasi Warfarin
  1. Penyiapan larutan stok standar: Timbang dengan akurat 100 mg Warfarin. Larutkan dalam 100 ml buffer fosfat pH 7.4. Ambil 10 ml larutan ini dan encerkan sampai 100 ml dengan buffer (100 µg/ml).
  2. Persiapan larutan kerja: Dari larutan stok pipet 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 ml kedalam labu volumetrik 10 mL dan buat volume sampai 10 ml dengan buffer untuk mendapatkan konsentrasi dalam kisaran 2-10 μg/mL.
  3. Pengukuran absorbansi: Catat absorbansi larutan kerja pada panjang gelombang maksimal 308 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Visible terhadap air sebagai blanko. Plot grafik absorbansi versus konsentrasi dan tentukan slope dan intersept.
Kurva Kalibrasi Diazepam
  1. Penyiapan larutan stok standar: Timbang dengan akurat 100 mg Diazepam. Larutkan dalam 100 ml buffer fosfat pH 7.4. Ambil 10 ml larutan ini dan encerkan sampai 100 ml dengan buffer (100 µg/ml).
  2. Persiapan larutan kerja: Dari larutan stok pipet 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 ml kedalam labu volumetric 10 mL dan buat volume sampai 10 ml dengan buffer untuk mendapatkan konsentrasi dalam kisaran 2-10 μg/mL.
  3. Pengukuran absorbansi: Catat absorbansi larutan kerja pada panjang gelombang maksimal 235 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Visible terhadap air sebagai blanko. Plot grafik absorbansi versus konsentrasi dan tentukan slope dan intersept.
Studi Ikatan protein
Lakukan percobaan dengan langkah berikut berikut ini:
  1. Siapkan larutan BSA 2 × 10-5 M dan transfer 3 ml ke dalam setiap lima belas tabung uji bersih dan kering.
  2. Tambahkan larutan Warfarin 1 × 10-3 M ke tujuh tabung reaksi sehingga rasio akhir protein dan Warfarin dipertahankan1:1 (2 × 10-5 M: 2 × 10-5 M) di setiap tujuh tabung reaksi pertama. Sekarang, tambahkan larutan Diazepam 1x10-3 M ke dalam tujuh tabung reaksi berikutnya sehingga rasio akhir protein dan Diazepam dipertahankan 1:1 (2 × 10-5 M: 2 × 10-5 M) pada masing-masing tujuh (8-14) berikutnya. Tabung. Tandai tabung reaksi kelima belas yang hanya berisi larutan BSA sebagai "Blanko" atau "Control".
  3. Biarkan campuran ini selama 10 menit untuk memungkinkan Warfarin berikatan ke situs pengikatan tertentu (ke situs-I) dan Diazepam ke situs pengikat II.
  4. Tambahkan larutan Propranolol HCl dengan konsentrasi meningkat (0-12 x 10-5) kedalam enam dari tujuh tabung reaksi yang mengandung campuran protein 1: 1 dan Warfarin dan juga kedalami enam dari tujuh tabung reaksi yang mengandung campuran 1: 1, protein dan Diazepam . Rasio akhir protein: Warfarin: Propranolol HCl atau, protein: Diazepam: Propranolol HCl adalah 1: 1: 0, 1: 1: 1, 1: 1: 2, 1: 1: 3, 1: 1: 4, 1 : 1: 5 dan 1: 1: 6. Tabung uji No. 7 hanya mengandung campuran protein-Warfarin dan tabung reaksi No. 14 hanya mengandung campuran protein-Diazepam dengan perbandingan 1: 1
  5. Campur larutan dengan benar dan biarkan selama 10 menit untuk memastikan pengikatan maksimum Propranolol HCl ke situs-I dan situs-II dan dengan demikian menggantikan probe dari situs-I dan situs-II pada BSA.
  6. Ambil 2 ml larutan dari masing-masing tabung uji ke dalam empat belas tabung membran semi permeabel yang berbeda. Klip dua ujung tabung membran dan pastikan tidak ada kebocoran.
  7. Rendam tabung membran dalam empat belas labu berbentuk kerucut terpisah 50 ml yang mengandung 30 ml buffer fosfat pH 7.4.
  8. Letakkan labu berbentuk kerucut dalam metabolic shaker untuk dialisis pada suhu 25 C dan kocok pada kecepatan 20 rpm. Lanjutkan selama 10 jam.
  9. Pada akhir dialisis, kumpulkan sampel dari masing-masing labu. Ukur konsentrasi Warfarin bebas dan Diazepam dengan spektrofotometer UV masing-masing maksimal pada 308 dan 235 nm.
  10. Plot grafik konsentrasi bebas natrium Warfarin dan konsentrasi bebas Diazepam sebagai persen dari Konsentrasi awal versus rasio Propranolol terhadap konsentrasi BSA.






    1.  
      💛 Silahkan klik link di bawah ini untuk pembelajaran Materi Pratikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika 💛

https://docs.google.com/document/d/1Wkj-KbgQtM3TY6Ilfy1pSqM8Xp1P10-EjD0nKimWqLQ/edit?usp=sharing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar