RINGKASAN MATERI TEKFAR CAIR (Liquid and Semisolid Dosage Forms Excipients)

Liquid and Semisolid Dosage Forms Excipients
(Eksipien Sediaan Cair dan Semisolid)

 

Tipe-tipe formulasi sediaan cair

  1.    Solutions (oral, irrigation, nasal, otic)
  2.    Douches (sediaan cair yang diaplikasikan ke membran mukosa seperti mata)
  3.    Enemas (injeksi cairan ke dalam rektum)
  4.    Mouthwash (biasnyanya untuk tindakan pencegahan) dan gargle (biasnyanya untuk tindakan pengobatan)
  5.    Aromatic Water (larutan jenuh minyak atsiri dalam air)
  6.  Tincture (sediaan cair yang dibuat maserasi atau perkolasi simplisia nabati/hewani, arau
       dengan dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing monografi kecuali dinyatakan lain)
  7.   Liniment (sediaan cair atau semi solid yang mengandung analgetikum dan zat yang memiliki sifat rubefacient untuk menghangatkan, dan digunakan sebagai aplikasi topikal). Liniment dapat berupa campuran fixed oil dan volatile oil serta cairan pembawa berupa air atau bias ditambah alcohol dalam jumlah terbatas
  8.   Collodion (sediaan cair yang terdiri dari campuran alcohol dan partikel-partikel padat yang terdispersi dalam cairan, sifatnya mirip suspense, tetapi lebih dingin)
  9.   Elixir (sediaan cair yang berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula atau pemanis lainnya, zat pewarna, zat pewangi dan zat pengawet, sebagai pelarut utama digunakan etanol yang dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan obat, serta dapat ditambahkan kosolven berupa gliserol, sorbitol atau propilen glikol.
 10.  Spirit (larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan)
 11.  Syrup (sediaan cair berupa larutan yang mengandung zat aktif, sukrosa, serta zat tambahan lainnya)
 12.  Suspension (sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut dan terdispersi dalam fase cair)
 13.  Emulsion (system dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses formulasi:
1. Kelarutan (suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar dapat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik. Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna ke dalam tubuh).
2.  pH (senyawa-senyawa obat stabil dlam kisaran pH tertentu. Adalnya penurunan pH menjadi lebih asam akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan, sehingga mempermudah terjadinya reaksi hidrolisis yang akan menyebabkan ketidakstabilan. Oleh sebab itu dalam sediaan farmasi biasanya ditambahkan dapar untuk mempertahankan pH larutan)
3. Kosolvensi  (suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan dengan penambahan pelarut lain, atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air tetapi larut dalam campuran air+gliserin).
4.  Stabilitas (salah satu aspek penting sediaan yang berkualitas, sebab jika tidak diperhatikan kestabilan dari sediaan obat tersebut maka obat dapat mengalami kerusakan selama penyimpanan).

1.3        Eksipien
Menurut International Pharmaceutical Excipents Council (IPEC), eksipien adalah substansi selain obat atau prodrug yang telah dievaluasi keamanannya dan dimaksudkan untuk sistem penghantaran obat. Menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients, eksipien adalah zat tambahan yang digunakan untuk merubah zat aktif menjadi bentuk sediaan farmasi yang sesuai untuk digunakan pada pasien.

a.    Tujuan umum eksipien
1.    Memudahkan proses pembuatan sediaan
2.    Menjaga, menunjang, dan meningkatkan stabilitas dan bioavaibilitas
3.    Identifikasi produk
4.    Meningkatkan keamanan dan efektivitas produk selama penggunaan/
       proses distribusi

b.   Kriteria-kriteria eksipien
1.    Netral secara fisiologis (inert)
2.    Stabil secara fisika dan kimia
3.    Legal
4.    Tidak mengurangi bioavaibilitas obat
5.    Bebas dari mikroba patogen
6.    Tersedia di pasaran
7.    Ekonomis dan terjangkau

c.    Tipe-tipe eksipien
1.     Pelarut/Pelarut Campur
2.     Agen Pendapar (Buffering agents)
3.     Pengawet Antimikroba (Anti microbial preservatives)
4.     Antioksidan (Anti oxidants)
5.     Agen Penjerap (Sequestering agents)
6.     Agen Pembasah (Wetting agents)
7.     Anti Busa (Anti foaming agents)
8.     Agen Pengental (Thickening agents)
9.     Agen Pemanis (Sweetening agents)
10.   Agen Pewarna (Colouring agents)
11.   Agen Perasa (Flavouring agents)
12.   Agen Pembasah (Humectant)

1.  Pelarut

Terdapat 2 jenis pelarut yaitu aqueous (air) dan non aqueous (bukan air) yang dibagi lagi menjadi miscible (campur) and immiscible (tak campur).  Air adalah pelarut yang paling banyak digunakan sebagai pembawa sediaan farmasi, sebab memiliki kompatibilitas yang baik dengan tubuh (tubuh mengandung 70% air), mudah didapatkan, dan tidak toksik. Keuntungan air yakni memiliki konstanta dielektrik yang tinggi yaitu sekitar 78,5 sehingga memiliki kemampuan terdisosiasi yang tinggi, tidak berasa, tidak beraroma, dan murah. Kelemahannya yakni selektivitas yang kecil, tidak menguntungkan untuk proses ekstraksi sehingga pengotor dapat ikut terekstraksi, mudah terjadi hidrolisis. 

Konstanta dielektrik dapat dijadikan pengukur relatif dari kepolaran suatu pelarut yakni kemampuan suatu pelarut  untuk mengalami disosiasi (melarutkan zat terlarut dengan polaritas yang tinggi). Misalnya air yang merupakan pelarut polar memiliki konstanta dielektrik 78,5 pada 25°C, sedangkan minyak biji kapas (non polar) memiliki nilai 3,0 pada 25°C. Berikut ini merupakan konstanta dielektrik dari berbagai pelarut:

Tabel diatas menyatakan bahwa nilai konstanta dielektrik suatu pelarut yang semakin mendekati konstanta elektrik air, maka pelarut tersebut semakin mendekati polar. Gliserol memiliki konstanta dielektrik sebesar 42,5 sedangkan minyak biji kapas sebesar 3,0. Ini meunjukkan bahwa gliserol memiliki tingkat kepolaran yang lebih tingi dibandingkan dengan minyak biji kapas.

Pelarut Air (Aqueous)
Air adalah pelarut yang bersifat universal (yaitu pelarut yang sangat baik untuk hampir semua zat). Adapun jenis-jenis air diantaranya: tap water (air keran/ledeng) yang tidak diizinkan untuk pembuatan sediaan farmasi karena dimungkinkan terdapat kontaminasi bakteri. Freshly boiled and cooled water (air masak) juga tidak diizinkan untuk pembuatan sediaan farmasi sebab selama penyimpanyan kemungkinan masih dapat terkontaminasi mikroorganisme seperti bakteri ataupun jamur. Purified water (air murni) kebanyakan digunakan untuk preparasi sediaan farmasi (biasanya sediaan nonsteril) yang dapat diperoleh dari proses distilasi, deionization (metode ion exchange) atau reverse osmosis. Air “keras” dapat mengandung logam berat seperti kation Ca and Mg. Air “basa” dapat mengandung bikarbonat yang dapat menyebabkan ketidakmurnian. Sinar UV, pemanasan atau penyaringan (millipore filtration) dapat dilakukan untuk menghilangkan atau membunuh mikroorganisme yang terdapat pada air. Aromatic Water (air aromatik) merupakan larutan jenuh minyak atsiri dalam air. Water for injection (air untuk injeksi) yang banyak digunakan untuk formulasi sediaan parenteral yang diperoleh dari air yang di distilasi dengan cara sterilisasi bakteri pirogen. Berikut ini adalah proses pembuatan WFI:




Sumber air (misalnya dari sumur)  dialirkan kedalam tabung kemudian diberi klorin/HClO3. Tujuan penambahan HClO3 adalah sebagai (disinfektan). Selanjutnya, air dibersihkan dari mineral berat dengan penambahan basa (NaOH) dan dilanjutkan dengan penambahan natrium metabisulfit yang bertujuan untuk menghilangkan residu klorin. Setelah itu air ditambah dengan resin overtone 20 yang bertujuan untuk mencegah penggumpalan dan dilanjutkan dengan pemaparan UV 180-380 nm untuk membunuh bakteri. Air dialirkan ke pompa kemudian melewati osmosis terbalik (perpindahan vairan dari konsentrasi rendah ke tinggi) melewati membrane semi permeable agar mikroba tersaring. Selanjutnya air dipapari dengan sinar UV lagi untuk menghilangkan sisa-sisa mikroba yang mungkin masih lolos, dan dilanjutkan ke electron deionized instrument (EDI) untuk menghilangkan ion-ion pada air yang dapat menyebabkan ketidakstabilan karena dapat berinteraksi dengan senyawa yang terkandung dalam obat. Kemudian dipapari UV lagi dan dilanjutkan dengan pemaparan ozon untuk menghilangkan bakteri yang mungkin masih tersisa. Terakhir, air yang masih berozone dihilangkan dengan ozone destructor dan kemudian air dapat diedarkan.
  
Menurut US Pharmacopeia, berdasarkan limit endotoksinnya tipe air dibagi menjadi 8 diantaranya:

Pelarut bukan air (non aqueous)
Terdiri dari pelarut immiscible (tak campur), misalnya fixed oil/vegetable oil/minyak tumbuhan (tidak menguap) untuk emulsi dan liniment, contohnya (minyak wijen, minyak zaitun, minyak kelapa, minyak jarak, dll). Volatile oil/minyak esensial untuk air aromatik dan spiritus (contohnya minyak kayuputih, minyak cengkeh, minyak sereh, dll). Pelarut non aqueous lainnya yaitu pelarut yang miscible (campur), misalnya kosolven (ex: alkohol, sorbitol, glycerin, propylene glycol, polyethylene glycol).

1. Pelarut immiscible (tak campur)
a.Vegetable Oil (Minyak Tumbuhan) 
Terdiri dari ester asam lemak dari gliserol. Sebagai contoh minyak almond yang tersiri dari gliserida yeng mengandung asam oleat dan dapat digunakan untuk pelarut dari injeksi fenol berminyak.  Minyak arachis dapat digunakan sebagai pelarut Dimercaprol Injection. (Olive oil, sesame oil, maize oil, cottonseed oil, soya oil and castor oil) semuanya cocok untuk digunakan untuk parenteral, dan juga sebagai pelarut tetes mata miconazole dan formulasi tetes telinga triamcinolone.  Biasanya dapat digunakan sebagai pembawa vitamin A dan D.  Minyak kelapa terfraksinasi basanya juga digunakan sebagai pelarut antibiotik, sebab jika menggunakan pelarut air, kemungkinan akan terjadi hidrolisis dan mudah tengik.

b. Volatile Oil (Minyak Esensial)
Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eterik (aetheric oil), minyak esensial (essential oil),minyak menguap (volatile oil), serta minyak aromatik (aromatic oil), adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Dalam minyak atsiri ditemukan beberapa senyawa kimia dan bersifat menenangkan, sehingga sering digunakan untuk berbagai produk farmasi, contohnya minyak kayu putih yang dapat memberikan efek yang menyegarkan. Minyak atsiri dari bunga lavender dapat membantu mengatasi alergi. Pada lemon, minyak atsiri dihasilkan dari bagian kulitnya. Untuk pemakaian inhalasi, minyak atsiri lemon ini bermanfaat untuk menguatkan sistem imun serta mengurangi mual. Minyak atsiri yang diambil dari bagian kulit pohon kayu manis ini berkhasiat untuk menaikkan tekanan darah. Bagi yang memiliki gangguan pada pencernaan, minyak atsiri dari daun peppermint bisa menjadi pilihan. Selain itu, minyak ini juga baik untuk mengobati demam, sinus, serta nyeri otot dan saraf. 

1. Pelarut miscible (campur)
a. Kosolven
Kosolven merupakan pelarut organik yang dapat campur dengan air, digunakan dalam formulasi sediaan cair untuk meningkatkan kelarutan bahan yang memiliki kelarutan rendah dalam air atau untuk meningkatkan stabilitas kimiawinya. 

Adapun kriteria-kriteria dari kosolven yaitu: meningkatkan kelarutan, rasa, efektivitas atau stabilitas anti-mikroba. Kurangi volume dosis (misalnya oral, suntikan). Pemilihan kosolven harus terbatas untuk penggunaan farmasi karena kemungkinan  terjadinya toksisitas dan iritasi, terutama jika diperlukan untuk penggunaan oral atau   parenteral. Idealnya, campuran yang cocok harus memiliki nilai konstanta dielektrik antara 25 dan 80. Sistem yang paling banyak digunakan adalah campuran air / etanol. Contohnya campuran propilen glikol dan air digunakan untuk meningkatkan kelarutan kotrimoksazol, dan parasetamol diformulasikan sebagai elixir dengan menggunakan pelarut  alkohol, propilen glikol dan sirup. Untuk aplikasi eksternal ke kulit kepala, betamethasone valerate dapat dilarutkan dalam campuran air / isopropil alkohol.

Berikut ini contoh-contoh kosolven diantaranya: alkohol, etil alkohol (ethanol)C2H5OH yang sering digunakan sebagai pelarut utama untuk banyak senyawa organik. Alkohol encer dibuat dengan mencampur volume alkohol dan air murni yang sama (50%). Alkohol encer adalah pelarut hidroalkohol yang berguna dalam berbagai proses dan preparasi sediaan farmasi. Alkohol rubbing biasanya mengandung etanol 70%, digunakan sebagai rubefacient eksternal, germisida, dan disinfektan, sebagai pembawa sediaan topikal dan sebagai pembersih kulit sebelum injeksi. Isopropyl rubbing alcohol (memiliki keuntungan lebih dari etil alcohol, biasanya dalam produk mengandung tidak lebih dari 1%  air, sementara etil alkohol mengandung sekitar 5% air. mengandung isopropil alcohol sebesar 70%, dengan atau tanpa warna tambahan, digunakan secara eksternal sebagai rubefacient, larutan isopropil alkohol 91% yang tersedia secara komersial umumnya digunakan oleh pasien diabetes dalam preparasi jarum dan spuit untuk suntikan insulin dan sebagai kulit). 

Glycerin/ glycerol (berupa cairan yang bening dengan rasa manis, dapat dicampur dengan air dan alkohol, dapat meningkatkan viskositas, digunakan sebagai penstabil dan sebagai pelarut tambahan bersama dengan air atau alkohol, dapat bertindak sebagai pengawet, dapat melarutkan basa, sejumlah besar garam dan asam nabati, pepsin, tanin, beberapa zat aktif pada tanaman, serta dapat melarutkan permen karet, pati, dll). Propylene glycol (cairan kental, dapat dicampur dengan air, dengan aseton dan dengan kloroform, larut dalam eter dan melarutkan minyak esensial tetapi tidak bercampur dengan fixed oil, digunakan untuk formulasi digoxin, diazepam, injeksi fenobarbital, serta sebagai pengencer untuk tetes telinga. Polyethyleneglycol/PEG 400 (dapat dicampur dengan air, aseton, alkohol dan glikol lainnya, melarutkan banyak senyawa organik yang larut dalam air dan zat yang tidak larut dalam air seperti asam asetilsalisilat dan teofilin, digunakan sebagai pelarut dalam larutan topikal, digunakan sebagai kosolven dengan alkohol dan air, dapat digunakan untuk proses ekstraksi (menarik cairan yang sukar larut air).

2. Buffering Agents
Eksipien ini diperlukan untuk mempertahankan pH agar memastikan kompatibilitas fisiologis agar pH tetap sama (isohidris), menjaga/mengoptimalkan stabilitas kimiawi, mempertahankan efektivitas antimikroba, dan megoptimalkan kelarutan. Adapun syarat pemilihan dapar diantaranya pilihan buffer yang sesuai tergantung pada pH dan kapasitas buffer yang dibutuhkan, harus kompatibel dengan eksipien lain dan memiliki toksisitas rendah, kebanyakan sistem penyangga yang cocok seperti karbonat, sitrat, glukonat, laktat, fosfat atau tartrat, dan acceptable/dapat diterima (misalnya borat dapat digunakan untuk aplikasi eksternal, tetapi tidak untuk membran mukosa atau kulit yang terluka).

Berikut ini  rentang pH efektif dalam pembuatan sistem dapar untuk sedian farmasi:

·         Pembuatan Dapar
      1.    Metode Langsung (Asam/basa lemah dengan garamnya)
      2.    Metode Tidak Langsung (Asam/basa lemah dengan asam/basa kuat)
·         














Contoh perhitungan:
     
                      6.

                    7. 

            
            3. Wetting Agents
             Wetting agent/emulsifying agent/SAA/Surfaktan adalah substansi yang dalam kadar rendah suatu sistem dapat teradsorpsi pada permukaan dan dapat menurunkan tegangan muka atau energi bebas permukaan. Surfaktan sering digunakan sebagai bahan tambahan karena kemampuannya mengemulsi, mensuspensi, dan melarutkan obat serta kecenderungan menambah adsorpsi obat. Surfaktan memiliki struktur molekular yang terdiri dari suatu gugus yang mempunyai afinitas sangat kecil untuk pelarut berair dinamakan gugus lipofilik dan mempunyai afinitas sangat kuat terhadap solven berair dinamakan gugus hidrofilik. Keadaan kedua gugus tersebut dalam molekul surfaktan disebut gugus amfifilik. Menurut sifat ionik dari molekul dalam larutan, surfaktan digolongkan atas surfaktan anionik (terionisasi memberi muatan negatif anion hidrofobik dan sedikit muatan positif), surfaktan kationik (terionisasi membentuk banyak muatan positif kationik hidrofobik dan sedikit muatan negatif anionik hidrofobik), surfaktan amfoterik (dapat bersifat anionik kationik atau netral tergantung pada pH larutan). dan surfaktan non ionik (tidak terionisasi dalam larutan, bersifat tidak toksik, netral, stabil terhadap elektrolit dan stabil dengan zat ionik).

Agen pengemulsi dapat dibagi menjadi tiga kelas: agen pengemulsi alami, padatan yang terdispersi secara halus, dan agen pengemulsi sintetis. Contoh agen pengemulsi alami (akasia, tragakan, alginat, pektin. FDS seperti tanah liat (bentonit, veegum), sintetis (dibagi menjadi empat; anionik (SDS), kationik (benzalkonium Cl), nonionik (PEG 400), serta ampholytic/zwitterionik (turunan asam amino) seperti lesitin.


Critical Micelles Concentration (CMC) adalah kemampuan surfaktan dalam melarutkan suatu zat berdasarkan atas suatu pembentukan agregat molekul yang disebut sebagai misel (mica-micella = bola partikel). Misel terbentuk dalam larutan zat aktif permukaan di atas konsentrasi tertentu yang disebut CMC (KMK = konsentrasi misel kritis). Nilai HLB dapat digunakan untuk memprediksi sifat surfaktan dari suatu molekul:
< 10 : Lipid-soluble (water-insoluble)
> 10 : Water-soluble (lipid-insoluble)
1.5 to 3: Anti-foaming agent
3 to 6: W/O (water in oil) emulsifier
7 to 9: wetting and spreading agent
10 to 13: Translucent
13 to 15: Detergent
12 to 16: O/W (oil in water) emulsifier
15 to 18: Solubiliser or hydrotrope



Contoh Soal:


Senyawa lifofilik memiliki nilai required HLB yang menunjukkan rentang HLB yang dibutuhkan untuk mencampurkannya dengan fase air. Diagram ternary dapat digunakan untuk menentukan daerah stabil antara fae minyak, surfaktan, dan air dalam pembentukan emulsi.


4. Pengawet Antimikroba
Pengawet bertujuan untuk membunuh mikroba agar menjaga kestabilan dan meningkatkan waktu simpan obat. Adapun kriteria memilih pengawet yang bagus yakni herus inert/  tidak ada interaksi pengawet dengan pengemas.Contoh pengawet yang berinteraksi dengan pengemas yaitu nipagin/nipasol dengan karet/plastik. Penambahan pengawet jangan sampai mempengaruhi pH dan kelarutan zat aktif. Jangan terjadi interaksi pengawet baik dengan zat aktif maupun dengan eksipien lain. Contohnya yaitu terjadi pembentukan kompleks benzalkonium klorida dengan protein, dan pengawet golongan ester parahidroksi benzoat dengan surfaktan nonionik yang menyebabkan pengawet dapat terjerap ke dalam surfaktan. Adapun yarat-syarat pengawet yakni:
1.   Pengawet harus berefek luas (spektrum luas)
2.   Kompatibel dengan zat aktif dan eksipien
3.   Harus larut dalam air, sebab mikroba dapat mudah tumbuh di air
4.   Non toksik
5.   Bebas dari aroma dan rasa
6.   Mampu menjaga waktu simpan (shelf life), ideal 3 tahun

Contoh-contoh pengawet
1.   Benzoic acid and sodium benzoate 0.1 to 0.2%.
2.   Salicylic acid 0.1%.
3.   Phenol 0.2 to 0.5%.
4.   Chlorocresol 0.05 to 0.1%.
5.   Alcohol 15 t 20%.
6.   Chlorbutanol 0.5%.
7.   Phenylmercuric nitrate 0.002 to 0.005%.
8.   Sorbic cid and its salts 0.05 to 0.2%.
9.   Benzalkonium chloride 0.004 to 0.02 %.
10. Methyl paraben and propyl paraben 0.1% to 0.2%.

1.3.5  Antioksidan
Bertujuan untuk mencegah proses oksidasi yang pada umumnya disebabkan oleh oksigen. 
Terdapat 3 mekanisme antioksidan menurut aksi kerjanya:
1.   Reducing agent (sacrificial): antioksidan mengorbankan diri untuk proses oksidasi
2.   Synergist agent (synergism): aksi sacrificial dan scavenging saling menguatkan.
3.   Blocking agent (scavenging): antioksidan mengikat oksigen yang menyebabkan oksidasi
Berikut ini beberapa jenis antioksidan diantaranya:


6.  Sequestering/Chelating agents
Sequestering agent atau agen pengkhelat adalah bahan pengikat ion-ion logam seperti Ca, Mg dan lain-lain yang mungkin ada dalam air sehingga ion-ion tersebut tidak mengendap fungsinya untuk proses autooksidasi. Contohnya adalah Na2EDTA

7.  Anti-Foaming Agents
Busa dapat menyebabkan ketidakhomogenan/menghambat pencampuran secara merata, dan meningkatkan pertumbuhan mikroba. Penambahan simetikon sebagai anti busa dapat menurunkan tegangan antar muka. Adanya energi tolah menolak antar dua permukaan  simetikon/ polydimethylsiloxane-silicon dioxide sebesar 1-50 ppm).

8.  Thickening Agents/Viscosity Modifier/ Pengubah viskositas
Tujuan penambahan agen pengental yaitu untuk stabilisasi sediaan suspensi yang dapat mencegah proses sedimentasi. Adapun syarat-syarat modifikasi viskositas diantaranya: harus mudah dituang, dosis harus tetap terjaga, ketika mengocok bentuk gel mudah terbentuk kembali, dan derajat flokulasi harus lebih rendah. Contoh agen pengental diantaranya: semi-sintetik (methyl cellulose, carboxy methyl cellulose, hydroxypropyl cellulose, synthetic polymers and gelatin. Tanah liat (hydrated aluminium silicate atau magnesium silicate), dan non-ionik (sorbitol, glycerin, sugar atau polycthylene glycols).

9.  Sweetening Agents
Agen pemanis dibagi menjadi 2 macam yakni pemanis alami yang terdiri dari sukrosa (memiliki kelebihan yakni: tidak berwarna, sangat larut dalam air, stabil selama rentang pH sekitar 4-8, dan meningkatkan viskositas, akan memberi rasa manis dalam mulut yang dapat menutupi rasa asin dan pahit pada obat dan memiliki efek menenangkan pada tenggorokan), alkohol polihidrat seperti sorbitol, manitol, dan gliserol yang memiliki tingkat kemanisan yang lebih rendah dapat digunakan untuk pasien diabetes. Sorbitol bersifat (non-kariogenik, non-kalori dan cocok formulasi pediatrik), tetapi intensitas manis yang lebih rendah daripada sukrosa. Terlalu banyak menggunakan sukrosa dapat menyebabkan diare. Adapun pemanis lainnya yang jarang digunakan terdiri dari maltilol, laktilol, isomalt, fruktosa dan xylitol. Treacle, honey dan liquorice sekarang sangat jarang digunakan.

Pemanis buatan biasanya diperlukan tinjauan peraturan dapam penggunaannya, ebih banyak pemanis intens dibandingkan dengan sukrosa, sebagai akibatnya, tingkatnya jauh lebih rendah (<0,2%) tetapi masih perlu merujuk pada asupan  harian yang diterima WHO (ADI), dapat memberikan rasa pahit atau logam setelah digunakan (dikombinasikan dengan pemanis alami). Adapun 6 pemanis buatan diizinkan untuk penggunaan oral dalam Uni Eropa, yang paling banyak  digunakan adalah sodium atau garam kalsium sakarin (E954). Lainnya termasuk aspartam (E951), yang merupakan senyawa asam L-aspartic dan L-phenylalanine, acesulfame potassium (E950), thaumatin (E957), sodium cyclamate (E952) dan neohesperidine DC (E959). Sakarin dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas terutama dermatologis. Pediatri dengan alergi terhadap sulfonamid harus menghindari sakarin. Aspartam pernah menyebabkan hiperaktif pada anak-anak tetapi belum terbukti, sedangkan sorbitol dapat menyebabkan diare.


Berikut ini perbedaan sukrosa, sakarin, dan aspartam:

10.    Flavouring Agents
Agen pemanis berfungsi untuk memastikan kepatuhan pasien (terutama dalam formulasi pediatrik). Bisa terbuat dari bahan alami, misalnya peppermint, minyak lemon Berikut merupakan contoh agen perasa yang didapat dari berbagai buah-buahan diantaranya:



11.    Colouring agents
Agen pewarna dapat didefinisikan sebagai zat yang digunakan untuk memberi warna pada makanan, obat-obatan dan kosmetik untuk meningkatkan sifat organoleptik mereka. Dalam sediaan farmasi dapat digunakan untuk meningkatkan acceptability oleh pasien, untuk memberikan peringatan/informasi. Contoh-contoh dari pewarna mineral adalah besi oksida (kuning dan merah), karbon hitam, titanium dioksida dan ultramarine.Hanya pewarna yang diizinkan digunakan dalam makanan dan sediaan farmasi. Karamel atau gula yang dibakar merupakan warna buatan digunakan untuk menghasilkan warna coklat pada sirup obat batuk, elixir, dan preparasi larutan oral lainnya.

Pewarna  aditif bersertifikat diklasifikasikan sesuai dengan penggunaan yang disetujui yakni FD & C (dapat digunakan dalam makanan, obat-obatan, dan kosmetik), D & C (beberapa diantaranya disetujui untuk digunakan dalam obat-obatan, beberapa di dalam kosmetik, dan beberapa di perangkat medis), dan D & C eksternal (penggunaannya dibatasi untuk bagian luar tubuh, tidak termasuk bibir  atau permukaan tubuh lainnya yang ditutupi oleh membran mukosa). Berikut ini contoh-contoh pewarna sintetik:
         



12.    Humectants
Humektan adalah bahan yang mengontrol perubahan kelembapan antara produk dengan udara, baik  pada kulit maupun pada wadah kemasannya.  Eksipien higroskopis digunakan sekitar ~ 5% dalam suspensi dan emulsi berair untuk aplikasi eksternal. Fungsi humektan adalah untuk memperlambat penguapan pembawa air dari sediaan, untuk mencegah pengeringan produk setelah aplikasi ke kulit, mencegah pengeringan produk dari wadah setelah pembukaan pertama, serta mencegah cap-locking yang disebabkan oleh kondensasi ke leher penutup wadah setelah pembukaan pertama. Contoh humektan diantaranya  propylene glycol,   glycerol, dan  PEG.

13.    Isotonicity Modifier
Modifier isotonisitas berfungsi sebagai larutan untuk injeksi, untuk aplikasi pada membran mukosa, dan larutan volume besar untuk penggunaan daerah mata harus dibuat iso-osmotik dengan cairan tubuh untuk menghindari rasa sakit dan iritasi. Modifier isotonisitas yang paling banyak digunakan adalah dekstrosa dan natrium klorida.Penyesuaian isotonisitas hanya dapat dilakukan setelah penambahan semua bahan lain, karena masing-masing bahan akan berkontribusi terhadap tekanan osmotik keseluruhan dari larutan.

Semisolid Excipients (Eksipien Semi Padat)

Eksipien-eksipien semi padat dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Adapun tipe-tipe basis sediaan semi padat diantaranya:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar