RINGKASAN MATERI TEKFAR CAIR (Pengemas Sediaan Cair dan Semi Padat)

Pengemas Sediaan Cair dan Semi Padat

Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas atau dibungkusnya. Proses pengemasan merupakan salah satu tahapan penting dalam pembuatan sediaan farmasi. Tahapan ini juga ikut mempengaruhi stabilitas dan mutu produk.

Terdapat 4 fungsi kemasan diantaranya sebagai identitas atau pengenal produk, melindungi isi produk dari pembusukan, kerusakan, serta kebocoran, memfasilitasi penggunaan produk (kemasan harus mudah dibuka, ditangani dan digunakan untuk konsumen), serta untuk promosi dan menarik perhatian konsumen.

Jenis kemasan ada 3 yaitu kemasan primer, yakni bahan yang pertama kali menyelubungi produk dan menahannya (kontak langsung dengan sediaan) ex. kaleng aerosol spray, kemasan blister, botol. Kemasan sekunder, yakni berada di luar kemasan primer digunakan untuk melindungi  kemasan primer ex. kotak, karton. Kemasan tersier, digunakan untuk penanganan dan pengiriman massal ex. kardus.

Pemilihan bahan kemasan akan bergantung pada tingkat perlindungan yang dibutuhkan, kompatibilitas dengan bentuk sediaan, kenyamanan pelanggan misalnya ukuran, berat bentuk sediaan, metode pengisian, serta metode sterilisasi dan biaya. Adapun jenis bahan kemasan untuk sediaan farmasi diantaranya kaca, plastik, karet, kertas, dan logam.

1. Gelas/kaca




Gelas merupakan salah satu bahan pengemas yang pada dasarnya bersifat inert secara kimiawi, tidak permeable, kuat, keras, dan disetujui FDA. Gelas tidak menurun mutunya pada penyimpanan dan dengan sistem penutupan yang sekucupnya dapat menjadi suatu penghalang yang sangat baik terhadap hampir semua unsur kecuali cahaya. Gelas diperoleh melalui leburan bersama dari soda, batu kapur dan kuarsa, merupakan suatu leburan dingin serta terdiri dari kisi SiO4- tetraeter, yang terdeposit didalam ruang-ruang antar ion Na+ dan Cl- . gelas kapur natrium normal terdiri 75% SiO2. 15% Na2O dan 10% CaO. Gelas berwarna yang digunakan untuk menyimpan bahan obat peka cahaya, diperoleh melalui penambahan logam oksida. Kekurangan utama gelas sebagai bahan pengemas adalah mudah pecah dan berat serta melepaskan alkali pada preparasi sediaan cair. Keuntungannya tembus pandang, kuat, mudah dibentuk, lembam, tahan pemanasan, pelindung terbaik terhadap kontaminasi dan flavor, tidak tembus gas, cairan dan padatan, dapat diberi warna, dapat dipakai kembali (returnable), relatif murah.
 





 Komposisi kaca:
1. Pasir (silikon dioksida) Soda ash (sodium carbonate) Batu kapur (kalsium karbonat) Cullet 
    (pecahan kaca) - aluminium, boron, kalium, magnesium, seng, barium,
2. Kuning: terang kekuningan hingga coklat kemerahan tua, karbon dan belerang atau besi 
    dan mangan dioksida
3. Kuning: Senyawa cadmium dan sulfur
4. Biru: Berbagai nuansa biru, kobalt oksida atau tembaga (tembaga) oksida
5. Hijau: oksida besi, mangan dioksida dan kromium dioksida

Pembuatan Kaca:
Empat proses dasar yang digunakan dalam produksi kaca adalah:
1. Blowing: ditiup menggunakan udara terkompresi membentuk gelas cair di rongga cetakan
    logam.
2. Drawing: gelas cair ditarik melalui dies atau rol yang membentuk kaca lunak.
3. Pressing: menggunakan gaya mekanis untuk menekan gelas cair terhadap sisi cetakan.
4. Casting: menggunakan gaya gravitasi atau sentrifugal sehingga menyebabkan kaca meleleh
    dan terbentuk di rongga cetakan.

Pelepasan alkali dari gelas dapat ditentukan melalui pengujian:
1. Powdered glass : tipe 1,3,4
    Pada metode ini, gelas diserbukan, disuspensikan dalam aseton. Setelah ditambahkan air 
    harus dilakukan pemanasan dalam autoklaf dan ditetesi larutan indicator (merah metil) 
    kemudian dititrasi dengan asam hidroklorida.
2. Water attack : tipe 2
    Pada metode ini, wadah gelas diisikan dengan air bebas karbondioksida dan mengandung
    sejumlah HCl atau asam sulfat dan metil merah sebagai indikator. Setelah disterilkan dalam
    autoklaf tidak boleh menghasilkan perubahan warna.

Jenis Kaca:
1. Tipe I : Kaca borosilikat yang sangat tahan
2. Tipe II : treated soda lime glass
3. Tipe III : soda lime glass
4. NP : soda glass (penggunaan non parenteral)

Berikut ini perbedaan kaca tipe I,II,III dan IV menurut USP:


Kaca tipe I-borosilikat:
Alkalinitas dihilangkan dengan menggunakan oksida borat untuk menetralkan oksida kalium dan natrium, kaca yang sangat tahan terhadap alkali, memiliki ekspansi termal yang kecil, memiliki titik leleh yang tinggi sehingga bisa dengan suhu berdiri tinggi, lebih inert secara kimia daripada soda lime glass, dan dapat menahan asam kuat, alkali dan semua jenis pelarut. Mengurangi terjadinya leaching. Penggunaan kaca tipe ini biasanya untuk peralatan gelas laboratorium, umumnya digunakan untuk sediaan steril. untuk wadah injeksi dan WFI.

Kaca tipe II- treated soda lime: 
Terbuat dari soda lime glass yang telah didealkalisasi atau diolah untuk menghilangkan alkali pada permukaan. 
Kaca ini tahan terhadap alkali karena ada proses de-alkalizing dengan pemberian sulfur. Sulfur dapat menetralkan oksida alkali di permukaan, dan menjadikan kaca lebih tahan secara kimia. Penggunaannya untuk produk yang sensitif terhadap alkali. Cairan infus, darah dan plasma. Umumnya juga digunakan untuk sediaan steril seperti vial, ampul.


Berikut ini perbedaan struktur kimia soda lime dan borosilikat



Kaca tipe III-soda lime: 
Terbuat dari soda lime glass, kualitasnya rendah yakni dibawah kaca tipe II, mudah terjadi leaching


Kaca tipe IV-soda glass/ non parenteral/ general purpose
Terbuat dari soda glass, kualitasnya paling rendah yakni dibawah kaca tipe III, sangat mudah terjadi leaching. Umumnya digunakan untuk sediaan non steril dan non parenteral

2. Plastik

Plastik dapat didefinisikan sebagai kelompok bahan alami ataupun sintetis, yang terutama terdiri dari polimer dengan berat molekul tinggi yang dapat dibentuk dengan panas dan tekanan. Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan dan obat terutama karena keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk pangan yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan/tembus pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara massal, harga relative murah dan terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik. Walaupun plastik memiliki banyak keunggulan, terdapat pula kelemahan plastik bila digunakan sebagai kemasan pangan, yaitu jenis tertentu (misalnya PE, PP, PVC) tidak tahan panas, berpotensi melepaskan migran berbahaya yang berasal dari sisa monomer dari polimer dan plastik merupakan bahan yang sulit terbiodegradasi sehingga dapat mencemari lingkungan.

Adapun jenis-jenis plastik yaitu thermosetting (etika dipanaskan akan fleksibel tetapi tidak menjadi cair/meleleh, misalnya. urea formaldehida (UF), fenol formaldehida, melamin formaldehida (MF), resin epoxy (epoksida), poliuretan (PURs). Jenis lainnya yaitu termoplastik (pada pemanasan akan melunak menjadi cairan kental, kemudian mengeras lagi saat pendinginan, misalnya polyethylene {HDPE-LDPE}, polyvinylchloride (PVC), polystroprene polystyrene, nylon (PA), polyethylene terepthalate (PET), polyvinylidene chloride (PVdC), dan polycarbonate acrylonitrile butadiene styrene (ABS). Plastik yang digunakan sebagai wadah produk sediaan farmasi umumnya terbuat dari, polimer-polimer. Contohnya polietilen, polietilen tereftalat (PET) dan polietilen tereftalat, polipropilen (PP), polivinil khlorida (PVC).
 

a. Polietilen
Digunakan untuk bentuk sediaan  oral kering yang tidak akan direkonstitusi menjadi bentuk larutan.

b. Polietilen tereftalat (PET) dan polietilen tereftalat
PET adalah polimer kondensasi berbentuk kristalin yang  dibuat dari reaksi asam tereftalat dengan etilenglikol, digunakan terutama sebagai kemasan minuman berkarbonatasi dan untuk pengemasan sediaan oral.

c. Polipropilen (PP)
PP adalah polimer yang termasuk poliolefin, dibuat melalui cara polimerisasi propilen. Digunakan untuk pengemasan padat kering atau sediaan cair oral.

d. Polivinil khlorida (PVC)
PVC adalah salah satu kemasan obat yang umum digunakan di Amerika Serikat  setelah HDPE. Digunakan terutama untuk bentuk kemasan kaku dan produksi film (sebagian besar sebagai kantong untuk cairan intravena).

Berikut ini merupakan tanda pengenal plastik:
Permasalahan plastik:
1. Permeasi uap dan molekul lain melalui dinding wadah plastik;
2. leaching/ melepaskan konstituen dari plastik ke dalam produk
3. Sorpsi (penyerapan dan / atau adsorpsi) dari molekul atau ion obat ke bahan plastik.

3. Metal/Logam

Penggunaan metal pada produk sediaan farmasi ini relatif terbatas. Metal ini digunakan sebagai material kemasan yang memiliki bentuk dan sifat yang sukar diganti dengan kemasan lain walupun metal ini mudah teroksidasi dan membentuk korosi. Metal yang biasa digunakan yaitu timah, aluminium dan baja. Kegunaan dari masing-masing metal diantranya timah sering digunakan untuk produksi kaleng aerosol dengan cara electroplating menjadi bentuk lembaran baja untuk meningkatkan resistensi terhadap korosi dan untuk memfasilitasi penyolderan. Aluminium digunakan dalam bentuk murni sebagai foil. Sering aluminium foil digunakan sebagai lapisan impermeable dalam laminat multilapis yang dapat menyertakan  kertas dan plastik. Baja sering digunakan untuk kemasaan atau wadah penampung yang besar.

Metal dibentuk menjadi kemasan dalam sistem penghantaran obat yang lebih kompleks seperti inhaler sustained release, inhaler serbuk kering, kaleng aerosol, bahkan jarum yang siap untuk digunakan. Kelebihannya yaitu dapat digunakan untuk membuat tromol atau drum, ruahan material dimana diperlukan kekuatan yang besar. Metal dapat pula dibentuk menjadi silinder bertekanan tinggi untuk menyimpan produk gas. Kekurangannya yaitu lebih mahal harganya, dan lebih sulit untuk dibentuk menjadi kemasan yang dapat dimanfaatkan. Untuk bentuk foil (lembaran tipis), banyak dihasilkan kemasan cacat dikarenakan adanya lubang halus yang terbentuk selama proses manufacturing sehingga sifatnya sangat tidak menguntungkan sebagai penghalang (terutama pada foil yang sangat tipis).

4. Karet
Mengandung polimer-polimer yang terdiri dari plasticizer dan vulcanizing agent. Keuntungannya yaitu absorpsi air rendah, permeable terhadap uap air, relatif murah. Kerugiannya yaitu dekomposisi lambat diatas 130 derajat Celcius, sumber pengotor sangat besar, kemungkinan besar akan terjadi proses leaching. Penggunaan karet dapat digunakan sebagai penutup vial, dll 

Karet mempunyai daya tahan mekanis yang baik, permeabilitas uap air dan gas yang cukup, serta stabilitas yang baik terhadap minyak lemak dan parafin. Adapun jenis-jenis karet diantaranya:
a. Poliklorbutadiena (karet kloropren)
Pembuatannya berlangsung melelui polimerisasi dari kloropren (2-klor-1,3-butadiena). Produk ini memiliki kekerasan yang besar, stabil terhadap pengaruh oksidatif, minyak mineral, minyak lemak, asam dan basa encer. Permeabilitas air dan gasnya rendah. Melunak pada suhu kira-kira 600 derajat C elcius


b. Polisopren (karet isopren, karet metil)
Sifat dan penggunaannya identik dengan karet alam. Polisorpen terbentuk melalui polimerisasi dari isopren.


c. Polisobutilen (karet butil)
Karet butil diperoleh melalui polimerisasi campuran dari isobutan (97 %) dengan sedikit isopren atau butadiena dalam metilen klorida pada suhu sekitar -100°C (Anonim,1995).


d. Karet polisulfida
Tieolastik merupakan polikondensat dari alkalipolisulfpida dan dihalogenida alifatik. Mereka memiliki stabilitas pembengkakan terhadap bahan pelarut, stabil terhadap penuaan dan oksidasi, dan kekompakan mekanisnya relatif rendah.


e. Karet silikon
Karet silikon stabil terhadap minyak dan lemak serta tidak peka suhu. Permeabilitas gasnya, sangat tinggi. Digunakan antara lain untuk material selang medicine, farmasi dan material tutup serta bagian sintetis untuk implantasi.


f. Poliuretan
Poliuretan ini mirip karet diperoleh melalui penggantian diisosianat dengan poliester rantai panjang, mengandung gugus hidroksil dan diakhiri dengan perajutan. Sifatnya tidak stabil terhadap asam, basa dan air mendidih, tetapi kompak terhadap minyak dan gesekan yang tinggi.

RINGKASAN MATERI TEKFAR CAIR (Quality Control)

Quality Control (Kontrol Kualitas)


Kontrol kualitas (QC) adalah prosedur atau seperangkat prosedur yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa produk yang diproduksi metode yang dilakukan sesuai kriteria yang ditentukan atau memenuhi persyaratan tertentu. Terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu: in coming materials (analisis kualitas bahan baku, seperti basis, pengawet), in process control (kontrol proses saat produk belum dikemas, seperti cek kadar, pH, volume, dll), dan end product control (kontrol produk akhir setelah produk dikemas, untuk menguji kualitas sediaan).



1. Analisis Larutan
larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven.

  • Warna: dapat menggunakan instrumen spektrofotometer visibel (rentang 380-800).
  • Kejernihan: menggunakan lampu atau dengan light scattering
  • Rasa dan aroma: ditentukan secara organoleptik
  • Volume: dapat diukur dengan alat ukur kuantitatif (pipet volume, timbangan analitik, labu ukur) dll.
  • Kadar: menggunakan metode titrimetric (jarang), spektrofotometri, dan HPLC, dll. Analisis kadar dapat dengan parameter persen recovery (perolehan kembali). Nilai yang baik yaitu mendekati 100% (atau dalam rentang 90 % -110 %). Adapun persamaan persen recovery adalah sebagai berikut: 










            Penentuan Kadar Paracetamol Dengan HPLC








    2. Analisis suspensi

    Pengamatan sedimentasi untuk mengetahui seberapa cepat keadaan flokulasi (proses terhomogenkan) dan keadaan deflokulasi (mengendap). Semakin lama sedimentasi semakin meninggi yang mengindikasikan bahwa suspensi tidak stabil. Analisis suspensi dapat menggunakan persamaan:
                             



    • Zeta potensial: mengetahui muatan permukaan terluar partikel. Semakin tolak menolak antar partikel, maka semakin stabil.
    • Muatan zeta potensial yang stabil yaitu pada rentang 40-60 mV.
    • Sentrifugasi: menggunakan alat sentrifugator dengan kecepatan 2000-3000 rpm suhu ruang Agitasi: menggunakan reciprocating shaker 60 siklus/menit pada temperature ruang dan pada suhu 45 delajat Celcius selama 1-2 hari.
    3. Analisis emulsi

    Analisis emulsi berguna untuk mengetahui tipe emulsi, yakni dengan:

    • Pengujian miscibility : jika emulsi ditambahkan dengan air dan ternyata menyampur, maka emulsi tersebut bersifat m/a
    • Penambahan zat warna yang larut dalam minyak: dilihat dari mikroskop, jika globul terisi warna, maka emulsi bersifat m/a
    • Menguji konduktivitas, dimana konduktivitas air lebih besar daripada minyak
    4. Uji stabilitas emulsi
    • Pemeriksaan makroskopik: Stabilitas fisik emulsi dapat dinilai dengan pemeriksaan tingkat creaming (missal: mengental pada fase atas) atau cracking (pisah total) yang terjadi selama periode waktu tertentu. Ini dilakukan dengan menghitung rasio volume bagian yang dikeringkan atau dipisahkan dari emulsi dan volume total. Nilai-nilai ini dapat dibandingkan untuk produk yang berbeda.
    • Ukuran Globul: Jika diamati dibawah mikroskop, ukuran globul rata-rata meningkat seiring waktu dapat diasumsikan bahwa emulsi tersebut tidak stabil. Sebaiknya harus tahan 2-3 tahun. Sapat menggunakan instrument SEM/TEM untuk mengetahui ukutan daln bentuk globul. Pemeriksaan mikroskopis atau alat penghitung partikel elektronik, yang paling banyak digunakan seperti Coulter counter, atau laser diffraction sizing.
    • Perubahan viskositas secara drastis dapat menyebabkan ketidakstabilan. Tidak boleh ada busa karena dapat mengurangi homogenitas, meningkatkan pertumbuhan mikroba, dosis tidak seragam. Pengukuran viskositas dapat menggunakan viscometer Brookfield (sering digunakan) dan terdapat t-spindle/pengaduk (semakin besar, maka sifat larutan semakin kental). Untuk larutan sebesar 16-18, dan untuk gel sebesar 64.
    Contoh Perhitungan Viskositas

























    • Volume: Volume suatu sediaan harus diukur menggunakan parameter statistika seperti: akurasi (ketepatan) dan reprodusibilitas (keterulangan) dengan parameter :

    • Stabilitas: Emulsi ditempatkan pada suhu 45-50 oC selama 60-90 hari, suhu 37 oC 5-6 bulan, dan suhu ruang 12-18 bulan.
    • Kandungan obat dapat dianalisis dengan menggunakan metode: spektrofotometri, titrimetri, dan HPLC.
    5. Analisis Sediaan Semisolid

    Uji Organoleptis dan pH

    Pengamatan organoleptis meliputi bau, warna, dan tekstur yang diamati dari sediaan yang telah dibuat (Guleri, 2013). Pengujiaan pH diukur dengan menggunakan stik pH universal. Langkah awal pada pengujiaan ini, yakni stik pH universal dicelupkan ke dalam 1 g sampel gel yang telah diencerkan ke dalam 10 mL aquadest kemudian diamkan beberapa saat. Kriteria dari pH sediaan yang cocok untuk pH kulit berada dalam interval 4,4 – 6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007).

    Uji Daya Tercuci

    Sebanyak 0,25 g sediaan gel dioleskan di telapak tangan dan ratakan. Telapak tangan tersebut dialiri dengan air dan catat voleme air yang digunakan hingga noda-noda hilang. Sediaan dikatakan baik apabila volume air yang digunakan sedikit. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk tiap formula dengan prosedur yang sama (Niyogi et al. 2012).

    Uji Daya Sebar

    Gel ditimbang 0,5 g pada lempeng kaca kemudian diberi beban 100 g, lalu diukur diameter penyebaran yang baik. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk tiap formula dengan prosedur yang sama. Daya sebar yang baik adalah 5 – 7 cm (Niyogi et al., 2012).

    Uji Daya Lekat

    Pengujian daya lekat dilakukan dengan cara sebanyak 0,25 g gel diletakkan di atas dua gelas objek yang telah ditentukan, kemudian ditekan  dengan beban 50 g selama 5 menit. Gelas objek dipasang pada alat tes kemudian dilepaskan beban dan dicatat waktunya hingga gelas objek terlepas. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk tiap formula dengan prosedur yang sama (Miranti, 2009).

    Uji Homogenitas

    Sediaan gel yang dibuat ditimbang sebanyak 1 g, lalu oleskan sediaan gel di atas kaca objek. Data yang dihasilkan dapat diamati secara kualitatif, yakni dengan memperhatikan ada atau tidaknya partikel-partikel kasar pada kaca objek tersebut. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk tiap formula dengan prosedur yang sama. Sediaan gel harus menunjukkan susunan yang homogen (Sudjono dkk., 2012).

    Uji Viskositas

    Pengujian ini membutuhkan sebanyak 50 g gel. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viscometer cup and bob. Nilai viskositas ditunjukkan melalui jarum penunjuk viskositas yang secara otomatis bergerak ke kanan. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk tiap formula dengan prosedur yang sama (Septiani dkk., 2011).

    Uji Extrudability
    Extrudability test dilakukan untuk mengeluarkan (extrude) pita gel/salep dalam waktu 10 detik. Sediaan yang telah ditimbang sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam tube. Tekanan sebesar 500 g diberikan pada gel tersebut untuk mengeluarkan (extrude) gel. Data yang dihasilkan dapat diamati secara kuantitatif, yakni berupa panjang pita gel. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk tiap formula dengan prosedur yang sama.
    Uji evaluasi sediaan semisolid
    Uji
    Tujuan
    Syarat
    Homogenitas
    Uji homogenitas dilakukan untuk melihat kehomogenan dari sediaan gel yang telah dibuat. Sediaan yang memiliki homogenitas yang baik akan cenderung lebih mudah digunakan dan terdistribusi merata saat diaplikasikan pada kulit
    Sediaan dinyatakan homogen apabila pada pengamatan secara manual setelah dioleskan pada kaca objek, maka sediaan harus mempunyai tekstur yang tampak rata dan tidak menggumpal
    Daya Sebar
    Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan penyebaran sediaan pada kulit yang diaplikasikan
    Sediaan yang sesuai harus dapat menyebar dengan mudah dan rata. Daya sebar gel yang baik antara 5 – 7 cm
    Daya Lekat
    Pengujian daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan untuk melekat pada kulit. Kemampuan daya lekat akan mempengaruhi efek terapi yang dimiliki
    Harus memiliki waktu kontak yang efektif dengan kulit. Adapun syarat waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang dari 4 detik
    Viskositas
    Evaluasi viskositas bertujuan untuk mengetahui ukuran kekentalan suatu sediaan yang menunjukkan besar kecilnya gesekan internal fluida. Viskositas dapat digunakan sebagai parameter kestabilan dan dapat mempengaruhi daya lekat serta daya sebar suatu sediaan
    Nilai viskositas gel harus masuk dalam rentang 1000
    – 4000 cP
    Daya Tercuci
    Uji daya tercuci digunakan untuk mengetahui volume air yang dibutuhkan saat membersihkan sediaan. Semakin tinggi konsentrasi sediaan maka daya tercucinya menjadi lebih sulit
    Dapat dengan mudah dihilangkan menggunakan air maka sediaan memenuhi syarat
    pH
    Untuk mengetahui pH suatu sediaan telah sesuai atau tidak dengan pH kulit, karena apabila sediaan memiliki pH yang lebih rendah dari pH fisiologis kulit dapat menyebabkan reaksi iritasi dan apabila memiliki pH lebih tinggi dari pH fisiologis kulit dapat menyebabkan kulit kering dan iritasi
    Sediaan untuk topikal sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH fisiologis kulit yakni 4,5 – 6,5
    (Dirjen POM, 1995; Garg dkk., 2002; Purwanto et al., 2013; Matangi et al., 2014)